A.Pengertian
Riba
Riba menurut bahasa, riba
memiliki beberapa pengertian, yaitu:
1. Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah
meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
2. Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan
riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada
orang lain.
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan
riba menurut Al Mali ialah: “Akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu
yang tidak diketahui pertimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau
dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak salah satu keduanya”.
Menurut Muhammad Abduh, yang dimaksud dengan riba
ialah penambahan-penambahan diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada
orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran
oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, yang dimaksud dengan
riba ialah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama
atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya.
Sedangkan menurut terminologi syara’, riba berarti:
“Akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian
syariat ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah
satunya.
Dengan demikian, riba menurut istilah ahli fiqih
adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti
dari tambahan ini. Tidak semua tambahan dianggap riba, karena tambahan
terkadang dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba didalamnya
hanya saja tambahan yang diistilahkan dengan nama “riba” dan Al-Quran datang menerangkan
pengharamannya adalah tambahan tempo.
B. Macam-macam Riba
Riba bisa diklasifikasikan menjadi tiga: Riba
Al-Fadl, riba Al-yadd, dan riba An-nasi’ah, riba Qardhi, Berikut
penjelasan lengkap macam-macamnya:
1. Riba Al-Fadhl
Riba Al-Fadhl adalah kelebihan yang terdapat dalam
tukar menukar antara tukar menukar benda-benda sejenis dengan tidak sama
ukurannya, seperti satu gram emas dengan seperempat gram emas,maupun perak
dengan perak.
2. Riba Al-Yadd
Riba Al-Yadd, yaitu riba
dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima antara penjual
dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar,
sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang apakah
cukup atau tidak.
3. Riba An-Nasi’ah
Riba Nasi’ah, adalah tambahan yang disyaratkan oleh
orang yang mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan
(penundaan) pembayaran utangnya. Misalnya si A meminjam uang Rp. 1.000.000,-
kepada si B dengan perjanjian waktu mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh
tempo si A belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi
memberi tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka waktunya. Contoh lain,
si B menawarkan kepada si A untuk membayar utangnya sekarang atau minta ditunda
dengan memberikan tambahan.
4.
Riba Qardhi
Riba
Qardhi adalah riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam
meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang
berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 1.000.000,-
(satu juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta Tiga
ratus ribu rupiah).
C.
Perbedaan Riba Dengan Jual Beli
Jual-beli merupakan salah satu cara
pemenuhan kebutuhan manusia, manusia tidak mungkin bisa memenuhi kebutuhannya tanpa terikat
dengan orang lain. Oleh karena itu manusia melakukan transaksi, bahkan tidak ada hari
yang dilalui manusia tanpa transaksi. Karena transaksi merupakan kegiatan sehari-hari manusia, maka
Allah menghalalkan jua-lbeli.
Akan tetapi, jika manusia tidak cermat dalam memahami aturan islam tentang jual-beli, bisa-bisa manusia terjerumus
kedalam transaksi yang riba.
Di antara perbedaan jual beli dengan riba adalah adanya sesuatu tambahan
pada suatu akad yang tidak sesuai dengan syara’, karena bisa memberatkan salah
satu pihak,dan agama islam melarang hal semacam ini.
Sedangkan
tambahan atau laba dalam jual-beli yang di sahkan adalah dengan cara yang telah ditentukan syara’.
D.
Hikmah di Haramkannya Riba
Sudah menjadi sunnatullah bagi umat
islam bahwa apapun yang di haramkan oleh Allah swt itu banyak mengandung
mudharat. Begitupun dengan diharamkannya riba, adapun bahaya yang terkandung
dalam riba sebagaimana yang di kemukakan oleh Abu Fajar Al Qalami dan Abdul
Wahid Al Banjary adalah:
1.
Ia dapat menimbulkan permusuhan
antara pribadi dan meengikishabis semangat kerjasama/saling menolong sesame
manusia. Padahal semua agama terutama islam amat menyeru agar manusia saling
tolong menolong. Di sisi lain Allah membenci orang yang mengutamakan
kepentingan sendiri dan orang yang memeras hasil kerja keras orang lain.
2.
Riba akan menimbulkan adanya mental
pemboros yang malas bekerja. Dapat pula menimbulkan kebiasaan menimbun harta
tanpa kerja keras, sehingga seperti pohon benalu yang hanya bias menghisap
tumbuhan lain.
3.
Riba merupakan cara menjajah. Karena itu orang berkata, “penjajahan
berjalan dibelakang pedagang dan pendeta. Dan kita telah mengenal riba dengan
segala dampak negatifnya di dalam menjajah Negara kita.
4.
Setelah semua ini, islam menyeru
agar manusia suka mendermakan harta kepada saudaranya dengan baik, yakni ketika saudaranya membutuhkan bantuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar