Senin, 28 Maret 2016

Riba



A.Pengertian Riba
     Riba menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu:
1.      Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
2.      Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al Mali ialah: “Akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui pertimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak salah satu keduanya”.
Menurut Muhammad Abduh, yang dimaksud dengan riba ialah penambahan-penambahan diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, yang dimaksud dengan riba ialah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya.
Sedangkan menurut terminologi syara’, riba berarti: “Akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya.
Dengan demikian, riba menurut istilah ahli fiqih adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak semua tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba didalamnya hanya saja tambahan yang diistilahkan dengan nama “riba” dan Al-Quran datang menerangkan pengharamannya adalah tambahan tempo.
B.     Macam-macam Riba
Riba bisa diklasifikasikan menjadi tiga: Riba Al-Fadl, riba Al-yadd, dan riba An-nasi’ah, riba Qardhi, Berikut penjelasan lengkap macam-macamnya:
1.      Riba Al-Fadhl
Riba Al-Fadhl adalah kelebihan yang terdapat dalam tukar menukar antara tukar menukar benda-benda sejenis dengan tidak sama ukurannya, seperti satu gram emas dengan seperempat gram emas,maupun perak dengan perak.
2.      Riba Al-Yadd
 Riba Al-Yadd, yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup atau tidak.
3.      Riba An-Nasi’ah
Riba Nasi’ah, adalah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya. Misalnya si A meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada si B dengan perjanjian waktu mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh tempo si A belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi memberi tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka waktunya. Contoh lain, si B menawarkan kepada si A untuk membayar utangnya sekarang atau minta ditunda dengan memberikan tambahan.
4.      Riba Qardhi
Riba Qardhi adalah riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta Tiga ratus ribu rupiah). 

C.    Perbedaan Riba Dengan Jual Beli
Jual-beli merupakan salah satu cara pemenuhan kebutuhan manusia, manusia tidak mungkin bisa memenuhi kebutuhannya tanpa terikat dengan orang lain. Oleh karena itu manusia melakukan transaksi, bahkan tidak ada hari yang dilalui manusia tanpa transaksi. Karena transaksi merupakan kegiatan sehari-hari manusia, maka Allah menghalalkan jua-lbeli. Akan tetapi, jika manusia tidak cermat dalam memahami aturan islam tentang jual-beli, bisa-bisa manusia terjerumus kedalam transaksi yang riba.
Di antara perbedaan jual beli dengan riba adalah adanya sesuatu tambahan pada suatu akad yang tidak sesuai dengan syara’, karena bisa memberatkan salah satu pihak,dan agama islam melarang hal semacam ini.
Sedangkan tambahan atau laba dalam jual-beli yang di sahkan adalah dengan cara yang telah ditentukan syara’.


D.     Hikmah di Haramkannya Riba
Sudah menjadi sunnatullah bagi umat islam bahwa apapun yang di haramkan oleh Allah swt itu banyak mengandung mudharat. Begitupun dengan diharamkannya riba, adapun bahaya yang terkandung dalam riba sebagaimana yang di kemukakan oleh Abu Fajar Al Qalami dan Abdul Wahid Al Banjary adalah:
1.      Ia dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan meengikishabis semangat kerjasama/saling menolong sesame manusia. Padahal semua agama terutama islam amat menyeru agar manusia saling tolong menolong. Di sisi lain Allah membenci orang yang mengutamakan kepentingan sendiri dan orang yang memeras hasil kerja keras orang lain.
2.      Riba akan menimbulkan adanya mental pemboros yang malas bekerja. Dapat pula menimbulkan kebiasaan menimbun harta tanpa kerja keras, sehingga seperti pohon benalu yang hanya bias menghisap tumbuhan lain.
3.      Riba merupakan cara menjajah. Karena itu orang berkata, “penjajahan berjalan dibelakang pedagang dan pendeta. Dan kita telah mengenal riba dengan segala dampak negatifnya di dalam menjajah Negara kita.
4.      Setelah semua ini, islam menyeru agar manusia suka mendermakan harta kepada saudaranya dengan baik, yakni ketika saudaranya membutuhkan bantuan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar