Minggu, 24 April 2016

TEORI PEMBELAJARAN DAVID AUSUBEL, BRUNER, VYGOTSKY, SKINNER

A.    Teori Belajar Bermakna David Ausubel
 Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkanya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Dahar dalam Trianto, 2010). Faktor yang paling penting yang memengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Pernyataan inilah yang menjadi inti dari teori belajar Ausubel. Dengan demikian agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.
            Berdasarkan teori Ausubel, dalam membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep apa yang dipelajari. Sehingga jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, dimana siswa mampu mengerjakan permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.
Pendapat lain dikemukakan oleh Rusman (2012:244), Ausubel membedakan antara belajar bermakna (meaningfull learning) dengan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna merupakan proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal, diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahui.
Menurut Dina Oktaria, teori belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivisme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dimilikinya. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.
Berdasarkan pada pandangannya mengenai teori belajar bermakna, maka David Ausubel mencetuskan empat tipe belajar, yaitu:
1.        Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi  pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang telah ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
2.        Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
3.        Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
4.        Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia miliki.
Penerapan teori David Ausubel dalam pembelajaran bisa kita lihat jika seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena, pengalaman dan fakta-fakta baru ke dalam skemata yang telah dipelajari. Dengan model cooperative learning materi yang dipelajarinya tidak hanya sekadar menjadi sesuatu yang dihafal dan diingat saja, melainkan ada sesuatu yang dapat dipraktikkan dan dilatihkan dalam situasi nyata dan terlibat dalam pemecahan masalah. Akan tetapi jika siswa hanya mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka dalam hal ini terjadi proses belajar hafalan. Diharapkan model cooperative learning akan dapat mengusir kejenuhan dan kebosanan yang dirasa siswa di kelas karena selama ini hanya mendengarkan materi dari guru saja. Penekanan dan model cooperative learning sendiri adalah selain siswa mendapat bimbingan langsung dari guru, mereka juga diberi kebebasan untuk memecahkan masalah lewat pengetahuan yang mereka dapatkan sendiri.
B.     Teori Penemuan Jerome Bruner
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (Discovery Learning). Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar dalam Trianto, 2010).
            Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui partisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.
Menurut Rusman (2012:244), teori belajar Jerome Bruner merupakan metode penemuan di mana siswa menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik, berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang menyertainya, serta menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.
Pendapat lain dikemukakan oleh Uno dan Mohamad (2012: 140), Bruner membagi proses belajar menjadi tiga fase yaitu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Hal ini berarti bahwa dalam setiap pelajaran diperoleh informasi, dan informasi kemudian dianalisis dan ditranformasikan ke dalam bentuk yang lebih konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Melalui bantuan guru Kemudian dinilai sampai di mana pengetahuan yang diperoleh dan tranformasi itu dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain. Dalam setiap proses belajar ketiga fase tersebut selalu ada.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas, guru selain sebagai pendidik, pembimbing, dan pengarah serta narasumber pengetahuan juga sebagai motivator yang bertanggungjawab atas perkembangan kepribadian siswa. Dengan kata lain, guru sebagai pendidik selain harus menciptakan suatu proses pembelajaran yang kondusif dan bermakna sesuai metode pembelajaran juga harus mampu meningkatkan perhatian dan minat serta motivasi belajar siswa dalam mengikuti pelajaran dan membantu siswa dalam menggunakan berbagai kesempatan belajar, sumber dan media.
Menurut Arif Widyatmoko, teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang ”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral kurikulum”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh. Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa  menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.
Penerapan teori penemuan Jerome Bruner dalam pembelajaran yaitu konsep belajar discovery dalam pembelajaran diantaranya; Pertama  Simulation, guru mulai bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuata uraian permasalahan. Kedua Problem Statement, anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan.  Sebagian besar memilihnya yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk dipecahakan. Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan  sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang di ajukan. Ketiga Data Collection, Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis ini, anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan  berbagai informasi yang relavan, membaca literature mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya. Keempat  Data Prossesing. Semua informasi hasil bacaan, wawancara observasi, dan sebagainya, semunya diolah, diacak, diklasifikasikan, bahkan apabila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Kelima  Verfication, atau pembuktian. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. Keenam. Generalization. Tahap selanjutnya berdasarkan verfikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu.
C.    Teori Pembelajaran Sosial Vygotsky
            Vygotsky merupakan salah seorang tokoh konstruktivisme yang telah banyak memberi sumbangan dalam pembelajaran. Teori pembelajaran sosial Vygotsky, menekankan pada aspek sosial dalam pembelajaran. Vygotsky berpendapat bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada faktor biologis menentukan fungsi-fungsi elementer memory, atensi, persepsi, dan stimulus-respons, faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan.
            Teori Vygotsky ini lebih menekankan pada aspek sosial pada pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit diatas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antar-individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Untuk memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui perubahan yang berturut-turut dalam berbicara dan bersikap, siswa mendiskusikan pengertian barunya dengan temannya kemudian mencocokkan dan mendalami kemudian menggunakannya.
            Satu lagi ide penting dari Vygotsky adalah Scaffolding yakni pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembanganya dan mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukanya. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.  Penafsiran terkini terhadap ide-ide Vygotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit dan realistiks dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas itu. Hal ini bukan berati bahwa diajar sedikit demi sedikit komponen-komponen suatu tugas yang kompleks yang ada pada suatu hari diharapkan akan terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks tersebut (Nur dan Wikandri dalam Trianto, 2010).
Menurut Rusman (2012:244), perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya Kemudian membangun pengertian baru. Vygotsky menyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Penerapan teori Vygotsky dalam pembelajaran yaitu ada dua hal penting yang berkenaan dengan pengetahuan yang dikontruksi oleh pelajar. Pertama adalah pelajar membangun satu pengertian baru dengan menggunakan apa yang sudah mereka ketahui sebelumnya. Dalam hal ini tidak ada “tabularasa” dimana pengetahuan digoreskan. Pelajar akan memasuki suasana pembelajaran dimana pengetahuan yang diterima akan dihubungkan dengan pengalaman yang sudah ada sebelumnya dan pengetahuan yang sudah dimiliki saat ini akan mempengaruhi penerimaan pengetahuan yang baru. Dalam hal ini, ada teori yang mengungkapkan bahwa yang terjadi dalam diri anak adalah sesuai dengan “convergentie theorie”. Teori ini mengajarkan bahwa seorang anak terlahir ibarat kertas yang sudah ada tulisannya, akan tetapi semua tulisan itu masih kabur atau suram.
Tugas pembelajaran adalah membantu anak untuk mempertebal tulisan-tulisan yang bersifat baik sehingga kelak dapat berubah menjadi ilmu yang berguna dan budi pekerti yang baik. Sedangkan  yang sifatnya jelek harus dibiarkan agar bertambah suram atau bahkan menghilang. Ki Hajar menentang teori tabula rasa yang menganggap anak terlahir bagaikan kertas putih yang bisa ditulisi apa saja, atau teori aliran negatif yang menganggap anak lahir bagaikan kertas yang sudah penuh dengan tulisan yang tidak dapat diubah isinya . Kedua adalah bahwa pembelajaran lebih bersifat aktif dan bukan pasif. Pelajar akan membandingkan apa yang baru dipelajarinya dengan apa yang diketahuinya. Jika terdapat perbedaan, maka pelajar akan mencoba mengakomodasikan apa yang baru dipelajarinya dengan memodifikasi pengetahuan yang sudah ada atau dimilkinya. Dalam proses ini akan terjadi proses pertimbangan oleh pelajar yang akan diakhiri dengan proses modifikasi jika pengetahuan baru tersebut dapat diterima.
Perkembangan termasuk internalisasi atau penyerapan isyarat-isyarat sehingga anak-anak dapat berfikir dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Internalisasi ini disebut pengaturan diri. Langkah pertama dari pengaturan diri dan pemikiran mandiri adalah mempelajari bahwa segala sesuatu memiliki makna. Langkah kedua dalam pengembangan struktur-struktur internal dan pengaturan diri adalah latihan. Siswa berlatih gerak-gerak isyarat yang akan mendatangkan perhatian. Kemudian langkah terakhir termasuk penggunaan isyarat dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. 
Menurut Vygotsky, dengan melibatkan anak berdiskusi dan berfikir dalam mempelajari segala kejadian, akan mendorong anak untuk merefleksikan apa yang telah dikatakan atau diperbuatnya. Hal ini dapat menjadi “inner speech” atau “inner dialogue”, dialog dengan dirinya sendiri. Ini proses awal bagi anak untuk mengetahui tentang dirinya sendiri. Selanjutnya, dikemudian hari ia akan mampu mengevaluasi diri, menganalisis kekurangan serta kekuatan yang dimilikinya. Dengan terbiasa melibatkan anak diskusi, akan membantu anak untuk bisa berfikir pada tahapan yang lebih tinggi atau meta-kognitif. Proses seperti ini dapat membuatnya menjadi manusia spiritual, yaitu manusia yang tahu siapa dirinya, dan mempunyai kesadaran bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat, komunitas dan alam semesta. 
Teori kontrukivis sosial dibangun berdasarkan pengembangan yang dibuat oleh Lev Vygotsky. Vygotsky menekankan pada lingkungan sosial yang ikut membantu perkembangan seorang anak. Bagi Vygotsky, budaya sangat berpengaruh sekali dalam membentuk strutur kognitif anak. Yang membantu perkembangan anak bukan hanya guru, tetapi jaga anak-anak yang lebih dewasa. Dalam konsep ini seorang anak dapat memahami suatu konsep dengan bantuan orang lain yang lebih dewasa yang tidak bisa dilakukannya sendiri. Dengan begitu seorang anak akan lebih mengerti dan mempunyai banyak pengalaman dan wawasan serta dapat menyelesaiakan suatu permasalahan yang dianggapnya rumit dan memerlukan bantuan orang lain yang dianggapnya mampu membantu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, suatu wawasan yang tidak hanya didapat didalam sekolah tapi diluar sekolah. Dan permasalahan tersebut yang ada hubungannya dengan sekolah. Disini para pendukung kontruktivisme yakin bahwa pengalaman melalui lingkungan, kita akan memperoleh informasi, dan dapat menggabungkan pengalaman yang didapat sebelumnya dengan pengalaman yang baru. Dengan kata lain pada proses belajar masing-masing pelajar harus mengkreasikan pengetahuannya
D.    Teori Pembelajaran Perilaku Skinner
            Skinner, seorang tokoh yang sangat berperan dalam teori pembelajaran perilaku yang telah mempelajari hubungan antara tingkah laku dan konsekuensinya mengemukakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku. Teori Skinner sering juga disebut dengan operant conditioning (Gredler dalam Trianto, 2010).
            Prinsip yang paling penting dari teori belajar perilaku adalah perilaku berubah sesuai dengan konsekuensi-konsekuensi langsung dari perilaku tersebut. Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku. dengan kata lain konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan akan meningkatkan frekuensi seseorang untuk melakukan perilaku yang serupa (Budayasa dalam Trianto, 2010).
            Konsekuensi yang menyenangkan disebut penguatan (reinforcement), sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut hukuman (punisher). Penggunaan konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan untuk mengubah perilaku disebut pengkondisian operan (operan condiotioning). Dengan diberikanya penguatan dan hukuman itu, maka akan terjadi perubahan perilaku. Karena itu, memberikan konsekuensi penguatan atau hukuman yang sesegera mungkin akan lebih baik daripada diberikan belakangan dan akan memberikan pengaruh positif terhadap perilaku selanjutnya. Jadi pemberian konsekuensi sesegera mungkin dalam proses pembelajaran itu penting, supaya kesalahan yang sama tidak dilakukan lagi oleh para siswa.
Pendapat tentang teori pembelajaran perilaku  juga diungkapkan oleh Mahmudah (2011:73), Skinner merupakan tokoh behavioris dengan pendekatan model intruksi langsung. Cara mengajar guru dilakukan secara searah dan dikontrol melalui pengulangan (drill) dan latihan (exercise). Manajemen kelas menurut Skinner berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberikan penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi ingatan apapun pada perilaku yang tidak tepat. Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah reinforcement maksudnya pengetahuan yang terbentuk melalui ingatan stimulus-respon akan semakin kuat apabila diberi penguatan.
Skinner membagi penguatan menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk-bentuk penguatan positif seperti; hadiah, permen, kado, senyum, bertepuktangan, mengacungkan jempol. Sedangkan penguatan negatif seperti; memberikan tugas tambahan.
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku. Dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut: dalam laboratorium, Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu tombol, alat memberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik.
Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana-kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping.

Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati, Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan.
Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain:
1.      Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2.      Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3.      Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4.      Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5.      Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6.      Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
7.      Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
8.      Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar