A. Pengertian
Tauhid
Asal makna Tauhid ialah karena
bagiannya yang terpenting menetapkan sifat “ wahdah “ (satu) bagi Allah dalam
zat-nya dan dalam perbuatannya menciptakan alam seluruhnya dan bahwa ia sendiri
pula tempat kembali segala alam ini dan penghabisan segala
tujuan.
Menurut para ahli, ilmu tauhid ialah :
علم يبحث فيه عن اثبات العقائد الدينيةبالأدلة
اليقينية
“Ilmu yang
membahas segala kepercayaan keagamaan dengan menggunakan dalil-dalil yang
meyakinkan”.
Sedangkan menurut Teungku Muhammad Hasbi
Ash-Shiddieqy, ilmu tauhid ialah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara
menetapkan akidah agama dengan mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik
berupa dalil aqli, dalil naqli, ataupun dalil wijdani.
Keyakinan tauhid sebagai pegangan hidup, wajib
di jadikan pangkal atau sumber pikiran umat tauhid, dengan arti
ketentuan-ketentuan Allah harus menerangi dan menghidupkan roh, dan memberikan
nur yang membukakan pikiran dan alam pikiran.
B. Tauhid Rububiyah
Tauhid al-Rububiyah adalah diambil
dari salah satu nama Allah al-Rabb, yang memiliki beberapa makna yaitu :
pemeliharaan, pengasuh, pendamai, pelindung, penolong dan penguasa.[5]Secara
umumnya dapat diartikan mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti
mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll. Yang semuanya
hanya Allah semata yang mampu dalam semua alam semesta. Dan semua orang
meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll.Setelah mengetahui bahwa
pencipta kita adalah Allah swt, dan bahwa keberadaan dan managemen kita hanya
berada di tangan-Nya, kita juga harus percaya bahwa tak seorangpun selain Dia
yang mempunyai hak untuk memerintah dan membuat hukum bagi kita.
Yang dimaksud dengan hal ini ialah
bahwa alam raya ini diatur oleh mudabbir (pengelola), pengendali tunggal, tak
disekutui oleh siapa dan apa pun dalam pengelolaan dan pen-tadbiran-Nya.
Dialah Allah (Mahasuci Dia) Pengelola alam semesta ini.Adapun
pentadbiran para malaikat serta semua sebab (lantaran) yang saling
berkaitan, tidak lain adalah perintah-Nya. Hal ini berlawanan dengan pendapat
sebagian kaum musyrikin yang percaya bahwa yang berkaitan dengan Allah SWT
hanyalah perbuatan penciptaan dan pengadaan mula pertama saja, sedangkan
pentadbiran dan pengaturan segala jenis makhluk dan benda diatas bumi ini
selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada benda-benda langit,malaikat, jin,serta
maujudat spiritual yang diperankan oleh berhala-berhala yang disembah. Jadi
menurut mereka tidak ada sangkut paut Allah dalam hal pentadbiran dan
pengelolaan urusan segala nya.
Akan
tetapi, dengan jelas dan terang Al-Quran menegaskan bahwa Allah adalah
sang pengatur dan pengelola (al-Mudabbir) bagi alam semesta, maka
yang demikian itu semata-mata atas izin dan perintah-Nya.
Allah SWT berfirman dalam QS.Al-A’raaf:
إن ربكم الله الذى خلق السموات والأرض
فى ستة ايام تم استوى على العرش يغشى اليل النها ر يطلبه, حثيثا والشمس والقمر
والنجوم ميخرت بأمره ألا له الخلق والأمر تباركالله رب العلمين
Artinya
:
“
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia menguasai diatas arasy. Dia menutupkan malam kepada
siang yang mengikutinya dengan cepat dan (diciptakan –Nya pula)matahari, bulan
dan bintang, yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya.ingatlah
menciptakan dan memerintah hanyalah hal Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta
alam”.(QS.Al-A’raf : 54)
Maka, siapa saja yang memiliki
pengetahuan, walaupun sedikit, tentang ayat-ayat Al-Quran, pasti
mengetahui manakala Allah SWT menisbahkan banyak dari perbuatan atau tindakan
kepada diri-Nya sendiri, sementara disaat yang sama dan diberbagai ayat
lain Ia menisbahkannya kepada selain Dia, maka yang demikian itu sama
sekali tidak mengandung pertentangan (kontradiksi). Sebab, adanya pembatasan
timbulnya segala perbuatan pada zat-Nya sendiri saja ialah yang semata-mata
bersifat “mandiri sepenuhnya”. Hal ini tidak bertentangan dengan penyekutuan
sesuatu selain-Nya dalam perbuatan itu, dalam arti bahwa ia hanya sebagai pelaksana perintah dan kehendak-Nya.
C.
Tauhid Uluhiyah
Ulluhiyyah
diambil dari kata al-ilah yang maknanya sesuatu yang disembah (sesembahan) dan
sesuatu yang ditaati secara mutlak dan total.kata llah ini diperuntukkan
bagi sebutan sesembahan yang benar (haq).[8]Tauhid
uluhiyyah adalah menyakini bahwa tiada tuhan selain Allah SWT.Ini juga
merupakan hasil lain keyakinan alamiah-warisan dalam diri manusia.Jika
eksistensi kita berasal dari Allah Swt.,pengaturan dan pengarahan hidup kita diserahkan
kepada-Nya.
Anda
mungkin telah menyadari bahwa Al-Quran memandang politeisme sebagai sebuah
dosa. Ketika dosa-dosa besar diperhitungkan,”politeisme berada dipuncak
daftarnya,”demikian dikatakan orang politeisme dalam praktiknya berarti
menyembah kepada selain Allah Swt., meskipun si penyembah tidak mempercayai
bahwa sembahannya itu patut disembah, dan hanya menyembahnya karena
kepentingan-kepentingan tertentu.
Firman
Allah SWT:
وإلهكم إله واحد لاإله إلا هوالرحمن الرحيم
Artinya:
“Dan
Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa tidak
ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang”. (QS. Al Baqarah:163)
Tauhid Uluhiyyah ini
berhubungan erat dengan dua hal, yaitu: 1) Amal/perbuatan, 2) Ibadah. Supaya
kedua hal tersebut mendapat pahala, maka wajib bagi setiap muslim untuk
meyakinkan pentingnya Niat/Ikhlas didalam beramal dan beribadah. Para ulama
telah sepakat Niat yang Murni berperan penting dalam meridhoi amal dan ibadah
yang kita lakukan sehari-hari.
Ibnu Athoillah
menyatakan bahwa Niat/Ikhlas adalah Ruhnya:
“Amal-Amal adalah laksana gambaran-gambaran yang berdiri tegak dan yang
menjadi ruhnya adalah rahasia ikhlas/niat”
Berdasarkan keterangan di atas, amal-amal seperti sholat dan bersedekah
tidak akan ada ruhnya dalam arti tidak akan diterima dan diberi pahala apabila
tidak diiringi dengan niat yang murni. Sholat yang dikerjakan ataupun sedekah
yang berjuta-juta tanpa ada niat yang benar seolah-olah sholat dan sedekah yang
berjuta-juta itu laksana jasad yang mati tergeletak tak ada arti.
Oleh karena itu, setiap aktifitas ibadah seperti: sedekah, puasa,
apabila kosong tanpa keikhlasan/niat didalamnya, maka sedekah, puasa, berdzikir
tidak disebut sebagai ibadah tetapi disebut adat (kebiasaan).
D. Tauhid Al Asma Wa’ al Sifat
Tauhid al Asma wa al
Sifat adalah penetapan dan pengakuan yang kokoh atas nama-nama dan
sifat-sifat Allah SWT yang luhur berdasarkan petunjuk Allah SWT dalam Al-Quran
dan petunjuk rasulullah dalam sunnahnya. Mayoritas ulama salaf yakni
ulama yang konsisten dalam mengikuti sunnah rasulullah, pandangan para sahabat
dan tabiin yang shalih, menetapkan segala nama dan sifat yang ditetapkan Allah
SWT untuk diri-Nya, dan apa-apa yang dijelas oleh Rasullulah bagi-Nya. Tanpa
melakukan ta’thil (penolakan), tahrif (perubahan dan penyimpangan lafadz dan
makna), tamtsil (penyerupaan) dan takyif (menanya terlalu jauh tentang sifat
Allah SWT).
Sebagaimana firman Allah SWT :
ليس كثله شيء وهو السميع البصير
Artinya:
“Tiada yang
menyerupai-Nya segala sesuatu, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS.
As Syura : 11)
‘Itiqad Ahlus Sunnah dalam masalah Sifat Allah Subhanhu wa Ta’ala didasari atas dua prinsip:
1. Bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala wajib disucikan dari semua sifat-sifat kurang secara mutlak, seperti ngantuk, tidur, lemah, bodoh, mati, dan lainnya.
2 .Allah mempunyai sifat-sifat yang sempurna yang tidak ada kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyamai Sifat-Sifat Allah.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak menolak sifat-sifat yang disebutkan Allah untuk Diri-Nya, tidak menyelewengkan kalam Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kedudukan yang semestinya, tidak mengingkari tentang Asma’ (Nama-Nama) dan ayat-ayat-Nya, tidak menanyakan tentang bagaimana Sifat Allah, serta tidak pula mempersamakan Sifat-Nya dengan sifat makhluk-Nya.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengimani bahwa Allah Azza wa Jalla tidak sama dengan sesuatu apapun juga. Hal itu karena tidak ada yang serupa, setara dan tidak ada yang sebanding dengan-Nya Azza wa Jalla, serta Allah tidak dapat diqiaskan dengan makhluk-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menuturkan Sifat dan Asma’Nya, memadukan antara an-Nafyu wal Itsbat (menolak dan menetapkan) Maka Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak menyimpang dari ajaran yang dibawa oleh para Rasul, karena itu adalah jalan yang lurus (ash-Shiraathal Mustaqiim), jalan orang-orang yang Allah karuniai nikmat, yaitu jalannya para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar